ZONA EKSPRES – OJK Soroti Tantangan Industri Penjaminan, Dorong Reformasi Struktural dan Penguatan Peran UMKM.
Meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan telah diterapkan selama lebih dari delapan tahun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai industri penjaminan di Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan mendasar.
Menurut Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, salah satu hambatan utama adalah terbatasnya kapasitas modal.
“Kami tengah merancang pengaturan baru untuk meningkatkan modal minimum bagi perusahaan penjaminan,” ungkapnya dalam acara “Indonesia Guarantee Summit 2025” di Jakarta, Rabu.
Ia juga menyoroti belum terbentuknya ekosistem industri penjaminan yang utuh, salah satunya karena absennya lembaga penjamin ulang. Saat ini, peran tersebut masih dijalankan oleh perusahaan reasuransi lokal.
Selain itu, kepercayaan lembaga pembiayaan terhadap sektor penjaminan masih rendah, dan literasi pelaku UMKM mengenai industri ini pun belum memadai.
Ogi juga mengakui bahwa pengawasan terhadap lembaga penjamin belum sepenuhnya berbasis pada pendekatan risiko, sehingga perlu penguatan ke depannya.
Tantangan lainnya mencakup keberlanjutan bisnis penjaminan, seperti kebutuhan diversifikasi sumber pendapatan, keterbatasan dalam mencapai skala ekonomi, serta persoalan hukum dalam pengalihan hak subrogasi dari kreditur kepada perusahaan penjaminan.
Jika dibandingkan dengan negara lain, kontribusi industri penjaminan Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih tergolong rendah. Pada 2023, nilai outstanding penjaminan hanya mencapai sekitar 2,6 persen dari PDB.
Untuk mengatasi hal tersebut, OJK mendorong strategi menyeluruh guna memperkuat posisi industri penjaminan dalam mendukung perekonomian, terutama sektor UMKM. Salah satu langkah nyata adalah peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia 2024–2028 pada 27 Agustus 2024.
Dalam roadmap tersebut, OJK menargetkan peningkatan peran sektor penjaminan terhadap UMKM. “Jika pada 2023 portofolio UMKM yang dijamin baru mencapai 74 persen, maka pada 2028 kita harapkan mencapai 90 persen,” jelas Ogi.
Selain itu, OJK juga telah menetapkan arah kebijakan yang mencakup penguatan kelembagaan dan operasional perusahaan penjaminan, peningkatan tata kelola dan manajemen risiko, serta pembentukan ekosistem industri yang lebih kuat.
Salah satu regulasi terbaru adalah POJK 10/2023, yang mewajibkan unit usaha syariah (UUS) di sektor penjaminan untuk melakukan spin-off dan berdiri sebagai entitas terpisah paling lambat tahun 2031.***
Editor: Rifqi