Rumah Teteh: Horor Psikologis dan Kisah Nyata yang Menghantui

banner 468x60

ZONA EKSPRES – Maraknya film bergenre horor menjadi tantangan tersendiri dengan adanya persaingan pasar yang semakin ketat, yang tentu saja menjadi pekerjaan rumah bagi para pelaku industri ini. Tone cerita yang kuat menjadi nilai lebih untuk menarik perhatian penonton.

Secara umum, film horor sering kali menyajikan teknik jump scare, yakni cara untuk mengejutkan penonton melalui suara keras atau kemunculan mendadak dari hal-hal yang menakutkan. Namun, film Rumah Teteh menawarkan pengalaman berbeda, menjadi film horor yang penuh dengan misteri dan keunikan.

Bacaan Lainnya

“Yah pada umumnya film horor itu nggak lepas dari jump scare, tetapi yang berbeda dari film rumah teteh itu kekuatan cerita dan sisi realita hidup anak kost yang tentunya menjadi nilai tersendiri, terlebih ini diangkat dari kisah nyata yang sama-sama kita tahu,sudah banyak penontonnya, kita seleku pemeran pastinya memberikan yang terbaik untuk penonton untuk mendapatkan pengalaman menonton.” Ucap Ferdi Ali yang berperan sebagai Kopral kepada wartawan.

Film horor selalu menjadi salah satu genre yang sangat populer di Indonesia. Dengan banyaknya film horor yang dirilis setiap tahun, persaingan di industri ini semakin sengit. Para pembuat film harus menghadirkan sesuatu yang khas untuk bisa menarik perhatian penonton. Salah satu film horor terbaru yang menawarkan sesuatu yang berbeda adalah Rumah Teteh.

“Dan yang menarik dari film Rumah Teteh ini selain memang diangkat dari kisah nyata, true story Helena serta proses sampai jadi film itu tentunya tahapan yang cukup panjang dan pastinya menjadi sesuatu yang menarik dan berbeda dalam film ini, dan yang berbeda dengan film horor lainnya adalah sisi romantisnya itu yang menurut aku lebih menjual banget.” Tambah Nova Eliza berperan sebagai Elena.

Berbeda dengan kebanyakan film horor yang mengandalkan elemen kejutan mendadak, Rumah Teteh lebih fokus pada suasana horor psikologis. Film ini membangun ketegangan secara perlahan, membuat penonton merasakan teror yang mendalam tanpa perlu bergantung pada suara keras atau kemunculan sosok menakutkan secara tiba-tiba.

Pendekatan ini menjadikan Rumah Teteh lebih dari sekadar film yang menakut-nakuti, tetapi juga film yang menyelipkan ketegangan emosional, membuat penonton terus merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan atmosfer yang gelap dan penuh misteri, film ini mampu menciptakan rasa tidak nyaman sepanjang durasinya, menawarkan horor yang lebih subtil namun tetap efektif.

Salah satu daya tarik utama dari Rumah Teteh adalah cerita yang diadaptasi dari thread Twitter karya Brii Story. Cerita ini menjadi viral di media sosial dan menarik perhatian banyak pembaca karena kisahnya yang menegangkan dan terasa sangat nyata. Rumah Teteh mengisahkan seorang wanita bernama Helena, yang diperankan oleh Nova Eliza, yang tinggal di sebuah rumah kos dengan sejarah kelam.

Bersama teman-temannya, Helena mulai mengalami kejadian-kejadian aneh yang semakin sulit dijelaskan secara logis. Saat mereka berusaha mencari tahu lebih dalam, rahasia mengerikan mulai terungkap, dan mereka harus menghadapi teror yang jauh melampaui apa yang mereka bayangkan sebelumnya.

Selain Nova Eliza sebagai pemeran utama, Rumah Teteh juga dibintangi oleh aktor-aktor berbakat lainnya seperti Erdin Werdrayana, Agatha Valerie, dan Dede Satria. Setiap karakter memiliki latar belakang yang berbeda, yang menambah keunikan dan dinamika cerita. Kepribadian serta kisah masa lalu mereka secara perlahan diungkap, memberikan kedalaman pada cerita yang jarang ditemukan dalam film horor pada umumnya.

Karakter-karakter dalam film ini tidak hanya sekadar menjadi korban teror, tetapi juga diberikan kesempatan untuk berkembang dan menghadapi ketakutan mereka masing-masing. Pendekatan ini menambah elemen emosional yang lebih kuat dalam cerita, membuat penonton dapat lebih terhubung dengan karakter-karakter tersebut.

Disutradarai oleh Nanang Istiabudi, Rumah Teteh menyajikan sinematografi yang efektif dalam memperkuat atmosfer horor yang menegangkan. Pemilihan warna, pencahayaan, dan sudut pengambilan gambar dilakukan dengan sangat cermat untuk membangun perasaan tidak nyaman dan ketakutan yang semakin intens seiring berjalannya cerita.

Contohnya, penggunaan bayangan samar, sudut kamera yang sempit, serta permainan cahaya dan kegelapan, berhasil membuat setiap adegan terasa lebih mencekam. Musik latar dan efek suara juga digunakan dengan sangat tepat—tidak berlebihan, namun cukup untuk menambah intensitas ketegangan dalam film.

Banyak film horor Indonesia yang cenderung mengulang pola yang sama, seperti kemunculan hantu perempuan berambut panjang secara mendadak atau penggunaan jump scare yang terlalu sering. Namun, Rumah Teteh berusaha untuk menghindari klise-klise tersebut dengan menghadirkan cerita yang lebih orisinal dan pendekatan horor yang lebih mendalam.

Film ini lebih fokus pada ketakutan yang berasal dari suasana, psikologi karakter, dan ketegangan yang dibangun secara perlahan. Pendekatan ini membuat Rumah Teteh terasa lebih berkesan dan memiliki daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan film horor lainnya.

Setiap produksi film tentunya memiliki tantangan tersendiri dan untuk membangun karakter film Rumah Teteh memiliki kesan tersendiri dari setiap pemeran.

“Kalo aku sendiri lebih ke dialeg aja sih, karena ini kan film dari Jawa Barat, kebetulan aku dari Sumatra jadi akan perlu penyesuaian dari bahasa.” Ucap Philip Chou sebagai Nando.

Begitu juga dengan Erdin Werdrayana sebagai Brii, “ Tantangan kita sih sama dengan temen-temen yang lain untuk belajar memahami bahasa Sunda karena kan disetiap kampus itu berbeda-beda bahasa, sedangkan kita disini mahasiswa dari berbagai daerah.

Selain menghadirkan cerita horor yang menegangkan, Rumah Teteh juga menyampaikan pesan yang lebih dalam tentang trauma, ketakutan, dan bagaimana manusia berusaha menghadapi masa lalu mereka. Kisah yang diangkat tidak hanya berkisar pada teror supranatural, tetapi juga tentang perjuangan manusia melawan ketakutan dalam diri mereka sendiri

Dengan pendekatan ini, film ini tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga memberikan ruang untuk refleksi bagi penontonnya. Penonton diajak untuk memahami bahwa kadang-kadang, ketakutan terbesar bukan berasal dari makhluk gaib, melainkan dari pikiran dan pengalaman traumatis yang pernah dialami.

Rumah Teteh adalah film horor yang berbeda dari kebanyakan film horor Indonesia. Dengan pendekatan horor psikologis yang lebih subtil, cerita yang kuat, serta sinematografi yang memperkuat atmosfer mencekam, film ini menawarkan pengalaman menonton yang lebih mendalam dan emosional.

Bagi pecinta horor yang mencari sesuatu lebih dari sekadar jump scare, Rumah Teteh bisa menjadi pilihan yang tepat. Film ini tidak hanya akan membuat bulu kuduk berdiri, tetapi juga meninggalkan kesan yang mendalam bagi siapa saja yang menontonnya.

“Film ini mengkisahkan tentang anak kost dan mahasiswa di kampung orang, jadi pesannya jika kita jadi anak rantau, harus pinter jaga mulut, sikap dan perilaku dan bagaimana suka duka di tanah rantau.” Tutup Wieshely Brown sebagai Aryo di film ini.

“Rumah Teteh: Story of Helena” adalah film horor Indonesia yang disutradarai oleh Nanang Istiabudi dan ditulis oleh Imam Salimy serta Brii Story. Film ini dibintangi oleh Nova Eliza sebagai Helena, Erdin Werdrayana sebagai Brii, dan Satria Danielo sebagai Asep. Film ini dijadwalkan tayang pada 13 Februari 2025 serempak di bioskop seluruh tanah air.

Film ini diadaptasi dari kisah nyata yang terjadi di Bandung pada tahun 2007. Cerita ini berfokus pada Brii, seorang mahasiswa yang mengalami serangkaian kejadian misterius dan menakutkan di rumah kos tempat ia tinggal bersama teman-temannya. Pengalaman tersebut menjadi salah satu fase hidup yang tak terlupakan bagi mereka.

Film ini diproduksi oleh 786 Production, Maxstream Original, dan Mercusuar Films. Durasi film ini adalah 1 jam 26 menit.***

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *